https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/issue/feedJurnal Yustitia2024-12-17T11:36:54+00:00Dr. Anak Agung Gede Agung Indra Prathama, S.H.,M.Hjurnalyustitiafhunr0@gmail.comOpen Journal Systems<p>Yustitia adalah Jurnal Ilmu Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai. Melalui <em>double blind </em><em>peer review process, </em>Yustitia diterbitkan dua kali dalam satu tahun, yaitu pada Bulan Mei dan Desember. Yustitia menjadi sarana dalam menyebarluaskan gagasan atau pemikiran akademis dalam bidang ilmu hukum. Tujuan dari publikasi Jurnal ini adalah untuk memberikan ruang mempublikasikan hasil penelitian di bidang ilmu hukum yang diharapkan mampu memberi manfaat tinggi bagi penegakan hukum di masyarakat maupun perkembangan ilmu hukum itu sendiri.</p>https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1346Sistem Pewarisan Hukum Adat Bali Terhadap Kedudukan Perempuan Pada Masyarakat Adat Bali2024-12-17T11:36:54+00:00I WAYAN WAHYU WIRA UDYTAMAwira.udytamafh@unmas.ac.idIDA AYU INDIRA SITA DIANTISitaadiantiii16@gmail.com<p>Masyarakat adat Bali menganut sistem kekeluargaan patrilineal, yang berarti bahwa harta diwarisi oleh garis keturunan laki-laki. Dalam masyarakat Bali, terdapat sistem kekeluargaan patrilineal di mana hanya anak laki-laki yang diakui memiliki hak waris, sementara anak perempuan tidak mendapatkan hak yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami secara mendalam kedudukan hak waris anak perempuan dalam hukum adat Bali. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sistem ini menetapkan bahwa anak laki-laki memiliki hak utama untuk menerima warisan, sementara anak perempuan mungkin hanya menerima bagian kecil atau bahkan tidak sama sekali. Sehingga ahli waris dalam masyarakat hukum adat Bali ialah anak laki-laki saja, sedangkan anak perempuan tidak diperkenankan untuk mewaris.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1350REKONSTRUKSI BUDAYA HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN TRADISIONAL DI BALI2024-12-17T11:36:54+00:00I KETUT SUARDITAketut_suardita@unud.ac.idADRIE Sadsadho@gmail.comI PUTU ANDIKA PRATAMApratamaiputuandika@gmail.com<p>Pemanfaatan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) memiliki dampak yang besar terhadap perekonomian masyarakat, namun di sisi lain, keberadaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) juga melibatkan proses rekonstruksi budaya hukum yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat desa. Jurnal ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana Lembaga Perkreditan Desa (LPD) memengaruhi rekonstruksi budaya masyarakat desa, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun nilai-nilai budaya lokal. Penelitian ini merupakan <em>Doctrinal Research</em> dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi dokumen dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta, dan pendekatan analisis konseptual.</p> <p>Hasil dari penelitian ini yaitu: <em>Pertama,</em> eksistensi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga berbasis keuangan dengan tata kelola berlandaskan otonomi Desa Adat semakin dipertegas dengan diaturnya di dalam hukum adat dan hukum positif yang berlaku di Provinsi Bali. Hal ini bertujuan sebagai sarana memajukan Masyarakat Desa Adat secara ekonomi, sehingga dapat mensejahterakan masyarakat. <em>Kedua,</em> Rekonstruksi budaya hukum masyarakat dalam pemanfaatan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali sangat penting untuk memastikan keberlanjutan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga keuangan tradisional yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan akar budaya yang menjadi dasar operasionalnya. Rekonstruksi ini perlu melibatkan penyesuaian antara prinsip-prinsip hukum adat dan tuntutan modernisasi ekonomi.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1351KEBIJAKAN TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI (TKDN) TERHADAP TELEPON SELULER DALAM OPTIMALISASI PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI DI INDONESIA2024-12-17T11:36:54+00:00I PUTU ANDIKA PRATAMApratamaiputuandika@pnb.ac.idI WAYAN ADNYANAiwayanadnyana@pnb.ac.id<p>Kebijakan TKDN yang diberlakukan di Indonesia mengatur bahwa produk-produk industri yang diproduksi di dalam negeri harus mengandung komponen-komponen lokal dengan persentase tertentu. Berdasarkan hal tersebut, adapun permasalahan dalam jurnal ini terkait dengan: (1) Pengaturan mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terhadap produk telepon seluler di Indonesia; dan (2) Permasalahan dalam pemberlakuan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terhadap produk telepon seluler di Indonesia. Penelitian ini merupakan <em>Doctrinal Research</em> dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan sistem kartu dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta, dan pendekatan analisis konseptual.</p> <p>Hasil dari penelitian ini yaitu, <em>Pertama,</em> Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) merupakan salah satu aspek penting dalam kebijakan industri dan perdagangan di Indonesia yang bertujuan untuk mendukung perekonomian nasional dengan memaksimalkan penggunaan produk dan komponen dalam negeri dalam proses produksi barang dan jasa. Adapun dasar hukum yang mengatur TKDN terhadap telepon seluler adalah Permenperin No. 29 Tahun 2017 dan juga Permenperin No. 22 Tahun 2020 sebagai amanat dari UU No. 3 Tahun 2014. <em>Kedua,</em> mengoptimalkan kebijakan TKDN di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif yang melibatkan berbagai sektor, dari pemerintah, industri, hingga masyarakat. Langkah-langkah seperti peningkatan kualitas dan kapasitas industri lokal dan penguatan regulasi merupakan kunci untuk mencapai tujuan kebijakan TKDN. Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat meningkatkan kemandirian ekonomi, memperkuat industri dalam negeri, dan mengurangi ketergantungan pada impor.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1353IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 168/PUU-XXI/2023 TERHADAP PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)2024-12-17T11:36:54+00:00I KETUT SATRIA WIRADHARMA SUMERTAJAYAsatriawiradharma713@gmail.comKADEK ARY PURNAMA DEWIaryartana2213@gmail.comCOKORDA GDE SWETASOMACokordagedeswetasoma@gmail.comI DEWA MADE ADHI HUTAMAadhihutamadewa@gmail.com<p>Pengaturan mengenai PKWT dalam Undang-Undang Cipta Kerja oleh sebagian masyarakat dirasa tidak memberikan perlindungan kepada pekerja karena batas waktu PKWT menjadi lebih panjang dan adanya ketentuan bahwa jangka waktu PKWT didasarkan atas kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja. Undang-Undang Cipta Kerja tersebut dianggap bertentangan dengan konstitusi sehingga terhadapnya dilakukan pengujian. Permohonan pengujian terhadap ketentuan PKWT dalam Undang-Undang Cipta Kerja diajukan kepada Mahkamah Konstitusi pada tahun 2013 dengan Nomor Register 168/PUU-XXI/2023, yang kemudian diputusan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Oktober tahun 2024. Putusan Mahkamah Konstitusi ini menyebabkan terjadinya perubahan terhadap mengaturan mengenai PKWT di Indonesia.</p> <p>Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan Perundang-undangan (<em>statute approach</em>) dan pendekatan kasus (<em>Case Approach), </em>selanjutnya hasil yang ditemukan dalam penilitian ini digambarkan secara deskriptif.</p> <p>Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 Tentang Cipta Kerja mengatur ketentuan baru mengenai PKWT, pengaturan bersebut dimohonkan pengujian terhadap UUD NRI 1945 pada Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Terkait dengan permohonan pasal-pasal yang mengatur mengenai PKWT Mahkamah Agung memutus Pasal 56 ayat (3) dan Pasal 57 ayat (1) dengan putusan inkonstitusional bersyarat. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut pengaturan mengenai jangka waktu PKWT menjadi lebih jelas, Mahkamah Agung memberikan pemaknaan terhadap ketentuan Pasal 56 ayat (3) bahwa jangka waktu PKWT paling lama 5 (lima) tahun termasuk jika terdapat perpanjangan PKWT, jangka waktu PKWT tidak dapat didasarkan pada perjanjian kerja yang disepakati oleh pekerja dengan pemberi kerja. Selain itu putusan Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa PKWT harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1354PERLINDUNGAN HUKUM MASYARAKAT ADAT ATAS TANAH DALAM DINAMIKA PENGATURAN TANAH ADAT DI BALI2024-12-17T11:36:54+00:00DEWA GEDE WIBHI GIRINATHAdewawibhi@gmail.comNI MADE DWI GAYATRI PUTRIpgayatri11@yahoo.com<p>Perlindungan hukum terhadap tanah yang dimiliki oleh masyarakat adat menjadi isu yang sangat penting dalam konteks kebijakan agraria di Indonesia, terutama ketika menghadapi dinamika kompleks dalam pengaturan tanah druwe desa di Bali. Tanah adat, yang merupakan bagian dari tanah ulayat, memiliki nilai sejarah, sosial, dan budaya yang sangat berarti bagi masyarakat adat Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana pengaturan perlindungan hukum bagi masyarakat adat terhadap hak kepemilikan tanah mereka, khususnya dalam konteks tanah druwe desa di Bali. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan, pendekatan hukum adat, dan juga pendekatan sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada regulasi yang mengakui hak-hak masyarakat adat, implementasinya sering mengalami tantangan, seperti konflik kepentingan antara pemerintah dan masyarakat adat, kurangnya pemahaman hukum di kalangan masyarakat adat, serta tekanan dari perkembangan sektor pariwisata dan investasi di Bali.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1355DINAMIKA PEMBENTUKAN BANK TANAH DI INDONESIA2024-12-17T11:36:54+00:00Ida Ayu Putu Sri Astiti Padmawatiiapadma@pnb.ac.idIda Ayu Ratna Kumalayugekkiran23@gmail.comNi Wayan Lia Aprianiliaapriani@pnb.ac.id<p>Pembangunan bank tanah merupakan pertama kali dilakukan di Indonesia, sehingga memerlukan perhatian khusus dan kajian mendalam, mengingat konsep ini masih relatif baru di negara ini. Oleh karena itu, penting untuk membandingkan sistem dan praktik bank tanah yang telah lebih dulu diterapkan di negara-negara lain, guna memperoleh wawasan dan pemahaman yang lebih baik dalam merancang dan mengelola bank tanah yang efektif dan efisien. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Urgensi pembentukan bank tanah pasca terbentuknya UU Cipta Kerja dan PP Bank Tanah adalah karena didorong keterdesakan Indonesia akan permasalahan kebutuhan tanah yang sangat besar, yang nantinya tanah tersebut digunakan sebagai wadah kegiatan investasi. Sehingga norma-norma dalam UU Cipta Kerja dan PP Bank Tanah terkait pembentukan bank tanah belum mampu merepresentasikan urgensi awal pembentukan bank tanah di Indonesia. Keberadaan bank tanah bukan pertama kali ada di Dunia, terbukti beberapa negara-negara di Dunia telah lebih dulu membangun Bank Tanah dengan konsep yang berbeda satu sama lain, antara lain Belanda dan Amerika Serikat. Menelaah dari pengaturan pembentukan bank tanah yang akan dicanangkan dibentuk di Indonesia, maka tidak dijelaskan secara jelas konsep/jenis bank tanah yang akan dibentuk. Seharusnya mengenai konsep/jenis bank tanah harus ditetapkan secara tegas sebagaimana negara-negara yang memiliki lembaga bank tanah seperti Belanda dan Amerika.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1356IMPLIKASI NONDISKRIMINASI PEMBERIAN HAK BERSYARAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2022 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA BANGLI2024-12-17T11:36:54+00:00NI LUH PUTU PELITA CAHYANIpelitacahyani0405@gmail.com<p>Perkembangan hukum pidana mengikuti pola kehidupan manusia memaksa beberapa tindak pidana harus diatur diluar KUHP sehingga pengaturannya bersifat khusus. Kekhususan ini menyebabkan perlakuannya juga “khusus” sehingga mendiskriminasi hak-hak bersyarat bagi narapidana dengan kasus ini. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan lahir sebagai reaksi terhadap diskriminasi ini. Penegasan asas nondiskriminasi dilakukan demi mewujudkan tujuan awal pemasyarakatan. Lapas Narkotika Bangli dipilih sebagai <em>locus</em> penelitian untuk mengetahui implikasi nondiskriminasi pemberian hak bersyarat kepada narapidana narkotika. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer data sekunder. Teknik pengumpulan data melalui teknik wawancara dan studi kepustakaan dengan teknik pengolahan data secara kualitatif. Penerapan nondiskriminasi pemberian hak bersyarat di Lapas Narkotika Bangli belum dapat diterapkan secara maksimal akibat keterlambatan pemenuhan syarat administrasi oleh petugas sehingga diskriminasi waktu pemberian. Implikasinya dapat dilihat dari sisi positif dan negatif. Dari sisi positif terjadi penurunan overkapasitas walaupun tidak signifikan, tidak adanya gangguan keamanan dan ketertiban dan peningkatan indeks kepuasan masyarakat. Implikasi negatifnya adalah peningkatan beban kerja petugas dalam memenuhi syarat administratif akibat minimnya jumlah petugas dan tingginya jumlah narapidana yang memenuhi syarat</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1357EFEKTIVITAS PENANGANAN ORANG ASING YANG PERMOHONAN STATUS PENGUNGSINYA DITOLAK OLEH UNHCR (FINAL REJECTED PERSON) PADA RUMAH DETENSI IMIGRASI DENPASAR2024-12-17T11:36:54+00:00I Gusti Bagus Indra Kumaraindraa.kumaraa@gmail.comI Wayan Putu Sucana Aryanasucanaryana67@gmail.comPUTU CHANDRA KINANDANA KAYUANhappygrindrottation@gmail.comI Dewa Agung Ayu Mas Puspitaningratmaspuspitaningrat@gmail.comI Made Artha Rimbawaartharimbawa5@gmail.com<p>Isu pencari suaka dan pengungsi luar negeri sedang hangat di Indonesia. Data dari UNHCR menunjukkan jumlah mereka yang datang ke Indonesia meningkat setiap tahun. Di Indonesia, UNHCR dan IOM menangani pencari suaka dan pengungsi: UNHCR menentukan status pengungsi dan negara ketiga bagi mereka, sementara IOM menyediakan fasilitas hidupnya. Menurut UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pencari suaka yang ditolak status pengungsinya oleh UNHCR atau <em>final rejected person</em> (FRP) ditempatkan di Rudenim untuk proses pemulangan. Namun terdapat kesenjangan pelaksanaannya, tercatat 63 orang FRP di seluruh Rudenim Indonesia yang belum dapat dipulangkan, termasuk 2 orang di Rudenim Denpasar. Dari fenomena tersebut, diangkat rumusan masalah sebagai berikut: bagaimanakah efektivitas penanganan orang asing yang berstatus FRP pada Rudenim Denpasar? Apakah kendala yang dihadapi dan upaya yang dilakukan oleh Rudenim Denpasar dalam menangani orang asing yang berstatus FRP? Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan penelitian lapangan dengan wawancara langsung kepada pihak Rudenim Denpasar berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Hasil dari penelitian ini yaitu penanganan pemulangan terhadap FRP belum optimal, proses pemulangan memakan waktu lama hingga 7 tahun lebih. Hal tersebut dikarenakan terdapat kendala meliputi deteni yang menolak dipulangkan, deteni yang mengaku stateless, deteni yang tidak memiliki biaya tiket pulang, dan kurangnya respons dari UNHCR dan Kedutaan setelah penolakan permohonan status pengungsi. Telah dilakukan berbagai upaya dalam menangani kendala tersebut seperti meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait seperti Kedutaan, Direktorat Kerjasama Keimigrasian, UNHCR, dan Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, pemindahan deteni, dan penempatan di negara ketiga.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1358EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENGUNGSI MANDIRI OLEH RUMAH DETENSI IMIGRASI DENPASAR2024-12-17T11:36:54+00:00Gede Ari Darmawanaridarmawan030897@gmail.comI Gede Mahatma Yogiswara Wyogiswara.winatha@unr.ac.idCokorde Istri Dian Laksmi Dewicokdild@gmail.comANAK AGUNG GEDE AGUNG INDRA PRATHAMAindraprathama0@gmail.com<p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan pengawasan terhadap pengungsi mandiri oleh Rumah Detensi Imigrasi Denpasar. Dengan bertambahnya jumlah pencari suaka dan pengungsi mandiri setiap tahun, pengawasan terhadap mereka menjadi semakin sulit karena sifat nomaden dari pengungsi dan kurangnya transparansi dari organisasi internasional seperti UNHCR dan IOM. Berdasarkan data dari tahun 2021 hingga 2023, ditemukan bahwa pelaksanaan pengawasan belum efektif, dengan kurang dari 50% pengungsi yang dapat diawasi. Hal ini terjadi karena keterbatasan sumber daya manusia serta data yang tidak valid, di mana banyak pengungsi sering berpindah tempat tanpa melapor, sehingga menyulitkan proses pengawasan. Selain itu, ketidakefektifan koordinasi antara instansi terkait, terutama dengan pihak internasional, memperparah situasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat utama dalam pengawasan adalah kurangnya fasilitas penampungan bagi pengungsi mandiri di wilayah Bali, sehingga banyak pengungsi yang hidup berpindah-pindah dan sulit dijangkau oleh petugas. Pengawasan administratif yang dilakukan bersifat terbatas dan hanya dapat mencakup pengawasan terhadap dokumen, namun belum menyentuh aspek sosial dan ekonomi pengungsi. Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, diperlukan pembaruan kebijakan serta peningkatan koordinasi antara Rumah Detensi Imigrasi dengan lembaga internasional dan pemerintah daerah.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/view/1352Implikasi Hukum dari Kewarganegaraan Ganda di Indonesia2024-12-17T11:36:54+00:00FANNY PRISCYLLIAfpriscyllia@gmail.comNI MADE ANGGIA PARAMESTHI FAJARanggiaparamesti@gmail.comi MADE ARTANAimadeartana.fh@gmail.com<p>Warga negara merupakan elemen penting dalam terbentuknya suatu negara, dengan kewarganegaraan yang menentukan hak dan kewajiban individu. Isu kewarganegaraan ganda semakin relevan seiring globalisasi dan mobilitas tinggi, yang menyebabkan banyak individu memiliki keterkaitan dengan lebih dari satu negara. Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal, dengan pengecualian terbatas bagi anak hasil perkawinan campuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi hukum kewarganegaraan ganda di Indonesia, tantangan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan kewarganegaraan, serta perlindungan hukum bagi warga negara dengan kewarganegaraan ganda. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif dengan analisis deskriptif kualitatif terhadap UU Kewarganegaraan dan peraturan terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada perubahan dalam undang-undang, tantangan administratif dan hukum tetap ada, terutama dalam perlindungan anak dengan kewarganegaraan ganda. Reformasi kebijakan diperlukan untuk mengakomodasi dinamika global dan memberikan perlindungan hukum yang lebih adil.</p>2024-12-16T00:00:00+00:00##submission.copyrightStatement##