AKIBAT HUKUM PEMBUATAN PERJANJIAN PERKAWINAN SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG TERHADAP UTANG BERSAMA
Abstract
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 telah memperluas makna perjanjian perkawinan sehingga perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement). Perjanjian perkawinan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung dapat mengatur mengenai pemisahan harta benda para pihak setelah perkawinan. Perubahan terhadap status harta benda dalam suatu perkawinan tidak hanya menimbulkan akibat bagi suami istri, namun juga bisa memberikan akibat terhadap peenuhan hak-hak pihak ketiga yang terkait. Hal ini menimbulkan permasalahan mengenai bagaimana akibat hukum pembuatan perjanjian Perkawinan setelah perkawinan berlangsung terhadap utang bersama. Penyusunan tulisan ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep hukum. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan berlangsung mulai berlaku sejak perkawinan berlangsung, kecuali ditentukan lain. Apabila waktu mulai berlakunya perjanjian perkawinan pada saat perkawinan berlangsung dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga yang memiliki piutang terhadap suami-istri karena pemisahan harta benda suami-istri dianggap terpisah sejak awal perkawinan, sehingga harta pihak yang satu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada utang pihak lainnya. Sedangkan apabila dengan itikad baik para pihak mengatur bahwa perjanjian perkawinan berlaku setelah perjanjian perkawinan tersebut dibuat maka utang bersama akan tetap menjadi kewajiban bersama karena status harta bersama sebelum perjanjian perkawinan dibuat tidak berubah.
Kata Kunci: Akibat Hukum, Perjanjian Perkawinan, Utang Bersama