IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 168/PUU-XXI/2023 TERHADAP PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

  • I KETUT SATRIA WIRADHARMA SUMERTAJAYA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NGURAH RAI
  • KADEK ARY PURNAMA DEWI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NGURAH RAI
  • COKORDA GDE SWETASOMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NGURAH RAI
  • I DEWA MADE ADHI HUTAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NGURAH RAI
Keywords: Jangka Waktu, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Putusan Mahkamah Konstitusi

Abstract

Pengaturan mengenai PKWT dalam Undang-Undang Cipta Kerja oleh sebagian masyarakat dirasa tidak memberikan perlindungan kepada pekerja karena batas waktu PKWT menjadi lebih panjang dan adanya ketentuan bahwa jangka waktu PKWT didasarkan atas kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja. Undang-Undang Cipta Kerja tersebut dianggap bertentangan dengan konstitusi sehingga terhadapnya dilakukan pengujian. Permohonan pengujian terhadap ketentuan PKWT dalam Undang-Undang Cipta Kerja diajukan kepada Mahkamah Konstitusi pada tahun 2013 dengan Nomor Register 168/PUU-XXI/2023, yang kemudian diputusan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Oktober tahun 2024. Putusan Mahkamah Konstitusi ini menyebabkan terjadinya perubahan terhadap mengaturan mengenai PKWT di Indonesia.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (Case Approach), selanjutnya hasil yang ditemukan dalam penilitian ini digambarkan secara deskriptif.

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 Tentang Cipta Kerja mengatur ketentuan baru mengenai PKWT, pengaturan bersebut dimohonkan pengujian terhadap UUD NRI 1945 pada Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Terkait dengan permohonan pasal-pasal yang mengatur mengenai PKWT Mahkamah Agung memutus Pasal 56 ayat (3) dan Pasal 57 ayat (1) dengan putusan inkonstitusional bersyarat. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut pengaturan mengenai jangka waktu PKWT menjadi lebih jelas, Mahkamah Agung memberikan pemaknaan terhadap ketentuan Pasal 56 ayat (3) bahwa jangka waktu PKWT paling lama 5 (lima) tahun termasuk jika terdapat perpanjangan PKWT, jangka waktu PKWT tidak dapat didasarkan pada perjanjian kerja yang disepakati oleh pekerja dengan pemberi kerja. Selain itu putusan Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa PKWT harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.

Published
2024-12-16
Abstract viewed = 2 times
PDF downloaded = 2 times