PENGATURAN ZONASI MENGENAI KAWASAN SUCI BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Abstract
Kabupaten Gianyar sebagai salah satu kawasan pariwisata yang digemari oleh para wisatawan
domestik maupun manca negara telah memiliki peraturan mengenai Tata ruang perencanaan
investasi yakni Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW). Mengenai pengaturan zonasi untuk Kawasan suci telah di
atur di dalam pasal 89 dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi. Peraturan zonasi Kawasan
tempat suci ini tidak diatur secara jelas mengenai batas batas radius kawasan tempat suci. Dalam
angka 3 dijelaskan bahwa zonasi kawasan tempat suci di sekitar Pura Kahyangan Jagat, Pura
Kahyangan Tiga dan pura lainnya, dengan radius paling sedikit apenimpug atau apenyengker
dengan ketentuan terdiri atas 50 (lima puluh) meter untuk bangunan bertingkat dan 25 (dua puluh
lima) meter untuk bangunan tidak bertingkat. Peraturan ini kurang menjelaskan batas radius diukur
dari mana, sedangkan dalam angka 1 dan 2 dijelaskan bahwa batas radius diukur dari sisi luar
tembok penyengker, hal tersebut mengakibatkan terjadinya kekaburan norma dalam peraturan ini.
Sebagai suatu pedoman tentunya Perda harus dibuat dengan sebaik mungkin sehingga diharapkan
suatu Perda dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat maupun wilayah yang diaturnya dengan
berlandaskan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Jenis penelitian
yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan mengkaji normanorma dan bahan hukum yang terkait dengan permasalahan penelitian. Hasil penelitian dalamb memahami Perda RTRW, maka teknik interpretasi yang relevan digunakan dalam isu hukum
terkait hal tersebut ialah Interpretasi Gramatikal yaitu Metode penafsiran yang dilakukan dengan
menuangkan isi peraturan perundang-undangan dalam bentuk bahasa tertulis. Untuk mengetahui
makna ketentuan peraturan perundang-undangan yang belum jelas perlu ditafsiran dengan
menguraikannya dengan bahasa yang baik. Frasa yang mengakitbatkan kekaburan norma tersebut
harus dijelaskan agar tidak mengakibatkan multitafsir.